Suku Sasak – Sejarah, Bahasa, Dogma, Budpekerti, Tradisi & Budaya
Suku Sasak adalah etnis asli yang berasal dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jumlah populasi etnis Sasak cukup banyak, yakni sekitar 3 juta jiwa. Sebanyak 2,5 juta jiwa terfokus di Pulau Lombok. Sedangkan sekitar 500 ribu jiwa lainnya tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Lombok mempunyai pemandangan yang indah dengan topografi pegunungan, serta daya tarik Gunung Rinjani dan serta daerah pesisir dengan banyak pantai ekostis. Beberapa kalangan orang Sasak masih hidup secara tradisional sesuai warisan tradisi secara bebuyutan nenek moyang mereka. Namun tidak sedikit pula yang sudah mengadaptasi cara hidup masyarakat terbaru.
Salah satu permukim orang-orang Sasak terdapat di Desa Sade. Perkampungan ini berada di daerah Rambitan, tidak jauh dari pusat kota. Lokasi yang dihuni sekitar 700 orang asli Sasak ini sekaligus menjadi tujuan rekreasi untuk mengenal suku Sasak lebih dalam.
Sejarah Suku Sasak
Kata Sasak berasal dari kata “sak sak” yang artinya “satu satu”. Kaum perempuan dari etnis Sasak diketahui akil menenun. Mereka sudah diajari keahlian menenun semenjak usia dini, yakni sekitar 9 atau 10 tahun. Perempuan yang berakal menenun akan dikategorikan selaku perempuan dewasa dan sudah siap menikah. Kegiatan menenun ini disebut sebagai Sèsèk.
Kata sèsèk ini berasal dari kata “sesak” atau “sesek”. Menenun khas suku Sasak dikerjakan dengan cara memasukkan benang satu-persatu yang disebut dengan sak sak. Lalu benang tersebut dirapatkan hingga sesak dan padat.
Proses ini dilakukan agar benang terbentuk menjadi kain. Caranya yakni dengan menghantam-mukul alat tenun tradisional suku Sasak. Suara memukul-mukul itu terdengar seperti bunyi “sak sak”. Tahapan ini dijalankan sebanyak 2 kali ketika menenun. Uniknya, proses menenun yang menjadi kebanggan masyarakat asli Lombok inilah yang lalu dijadikan nama suku atau etnis penduduk .
Penyebutan nama Sasak pertama kali tercatat dalam Prasasti Pujungan yang didapatkan di Tabanan, Bali. Prasasti ini diperkirakan berasal dari kala ke-11. Sementara itu, dalam Kitab Negara Kertagama, kata Sasak menjadi satu dengan Pulau Lombok, ialah Lombok Sasak Mirah Adhi.
Kitab tersebut memuat tentang kekuasaan dan pemerintahan Kerajaan Majapahit. Masyarakat Majapahit yang memakai bahasa Kawi mengartikan Lombok Sasak Mirah Adhi ksebagai kejujuran ialah permata realita yang baik.
Bahasa Sasak
Suku Sasak memiliki bahasa daerah sendiri yang disebut selaku bahasa Sasak. Bahasanya nyaris sama dengan bahasa Sumbawa dan Bali, 2 pulau yang berada di sisi kanan dan kiri Pulau Lombok.
Seperti dalam bahasa Jawa, bahasa Sasak juga mempunyai tingkatan bahasa formal dan non formal atau lebih sering disebut bahasa halus untuk penuturan formal, dan bahasa garang untuk penuturan sehari-hari. Penggunaannya diputuskan oleh siapa musuh bicara yang sedang dihadapi.
Meski tidak diakui dan berstatus resmi, bahasa Sasak masih dipakai oleh penduduk Sasak, khususnya warga yang tinggal di tempat pedesaan di Pulau Lombok. Untuk bahasa di lingkungan pendidikan, perkantoran, dan antar etnis memakai bahasa Indonesia.
Kepercayaan Suku Sasak
Mayoritas suku Sasak memeluk agama Islam. Selain itu, ada juga yang menganut agama Hindu, Budha, dan Animisme. Penduduk minoritas yang lain ada menganut doktrin antik sebelum masuknya agama Islam, adalah Boda. Kemudian sekitar 1% penduduk Sasak menganut dogma Islam yang agak berlawanan, ialah Wetu Telu.
Wetu Telu ialah dogma dimana penganutnya hanya melaksanakan 3 rukun Islam. Namun ketiga rukun Islam yang berbentukmembaca 2 kalimat syahadat, salat dan puasa ini cuma dilakukan oleh pemimpin agamanya. Kyai selaku pemimpin agama yakni sosok yang menghubungkan penganut Wetu Telu dengan Sang Maha Kuasa.
Penganut Wetu Telu masih mempercayai kekuatan gaib yang ada pada beberapa benda, roh suci dan nenek moyang. Kepercayaan ini nyaris sama dengan suku Jawa yang masih melaksanakan akidah Kejawen bersamaan dengan agama yang dianut.
Konon keyakinan Wetu Telu terlahir karena para penyebar Islam di masa lampau berusaha memperkenalkan Islam secara bertahap terhadap suku Sasak.
Selain menjalankan 3 rukun Islam, kesamaan lainnya dengan agama Islam yang umum dianut penduduk Indonesia yakni doa-doa memakai bagasa Arab yang berasal dari Al-Qur’an. Para kyai juga berperan selaku imam. Penganut Wetu Telu juga mempunyai masjid yang menjadi bagian penting dalam dogma mereka.
Adat Istiadat Suku Sasak
Keunikan dalam acara sosial dari penduduk Sasak salah satunya pada acara pernikahan. Biasanya mereka menikah dengan orang yang berasal dari desa yang sama.
Kebiasaan ini dilatarbelakangi iktikad bila seorang laki-laki menikahi gadis dari desa lain, maka harus membayarkan semacam mahar berbentukbeberapa ekor kerbau dan membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Oleh alasannya itu, menikah dengan warga dari desa yang sama lebih dianjurkan. Di beberapa desa bahkan masih mempraktekkan perkawinan antar saudara, seperti kebiasaan warga di Desa Sade. Selain itu, wanita telah diperbolehkan menikah ketika berumur 14 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 19 tahun.
Uniknya, suku Sasak memiliki tradisi kawin lari saat akan menikah. Kawin lari terjadi cuma apabila seorang laki-laki dan perempuan telah suka sama suka dan baiklah untuk menikah. Adat ini dikenal dengan nama Merarik.
Jika pasangan sudah setuju, maka si laki-laki akan “menculik” si wanita ditemani dengan saudara atau teman yang bertindak sebagai saksi prosesi tersebut. Kemudian wanita pasangannya akan dititipkan di rumah keluarga pria dan tidak pribadi dibawa ke tempat tinggal pria.
Keesokan harinya, barulah keluarga pihak laki-laki mengantarutusan kepada keluarga perempuan untuk menginformasikan bahwa anaknya berada di tempat mereka. Pemberitahuan ini disebut Nyelabar.
Tempat si perempuan berada harus tetap dirahasiakan dari keluarga pihak wanita. Pada ketika Nyelabar, orang renta si laki-laki dihentikan ikut. Rombongan Nyelabar lazimnya berisikan 5 orang. Mereka pergi ke kawasan ketua budpekerti setempat yang disebut Kliang selaku bentuk penghormatan pada Kliang, sekaligus meminta izin.
Setelah itu, berikutnya rombongan Nyelabar menuju rumah orangtua perempuan. Mereka tidak diperkenankan masuk ke dalam rumah. Maka mereka akan duduk bersila di halaman depan rumah. Kemudian 1 orang akan bertindak sebagai juru bicara yang menyampaikan kabar terhadap orangtua perempuan.
Sebenarnya cara pernikahan yang biasa dengan meminta izin orangtua pun juga ada di suku Sasak, yakni disebut Redaq. Redaq yakni cara yang lebih terhormat dan pantas dikerjakan. Namun, proses ini justru jarang ditemukan. Penyebabnya yaitu adanya kemungkinan orangtua wanita akan menolak pinangan pihak laki-laki. Selain itu, Redaq juga membutuhkan ongkos yang lebih besar dibandingkan dengan Merarik.
Suku Sasak di Desa Sade
Kehidupan suku Sasak masih tradisional, keseharian meraka mampu kita saksikan secara eksklusif sampai dikala ini. Jika berkunjung ke Pulau Lombok, kita bisa berkunjung ke tempat cagar budaya Desa Sade yang ada di Lombok Tengah. Daerah ini dihuni oleh sekitar 700 jiwa warga Sasak yang masih memegang erat tradisi dan budaya suku Sasak.
Akses menuju Desa Sade juga sangat mudah. Dari kota Mataram, hanya diperlukan waktu tempuh selama 30 menit. Sementara itu, dari Bandara Internasional cukup membutuhkan waktu 20 menit. Desa Sade tidak berada di pedalaman yang merepotkan dijangkau kendaraan, melainkan lokasinya berada di pinggir jalan besar dengan jalan masuk yang gampang.
Disini turis mampu melihat langsung cara hidup penduduk Sasak yang masih tradisional, mulai dari bangunan rumahnya, cara berpakaian, dan mata pencaharian mereka. Pria Sasak umumnya bermatapencaharian selaku petani, sementara kaum wanitanya melakukan pekerjaan selaku penenun. Hasil tenunan ini kemudian dijual sebagai souvenir khas Pulau Lombok.
1. Rumah Bale
Di Desa Bale setidaknya terdapat 150 bangunan rumah yang disebut bale. Bale-bale ini memiliki bentuk yang sangat sederhana. Rumah akhlak suku Sasak ini terbagi menajdi 3 bale dengan fungsi berbeda, antara lain:
- Bale Bonter, adalah rumah untuk kawasan tinggal para petinggi suku.
- Bale Kodong, adalah rumah untuk tempat tinggal pengantin gres serta orangtua untuk menghabiskan hidupnya.
- Balet Tani, ialah rumah untuk daerah tinggal keluarga dan keturunannya.
2. Pembagian Bale
Pada bangunan bale terdapat dua jenis ruangan yang fungsinya berbeda. Pertama ialah bale bab luar atau disebut juga ruang tamu, tempat ini biasa dipakai untuk menerima tamu dan kamar tidur. Bagian depan sebelah kanan digunakan oleh ayah dan ibu, sedangkan kiri digunakan untuk daerah tidur laki-lika serta terdapat rak untuk menyimpan benda pusaka.
Kemudian yang kedua ialah bale bagian dalam yang dimanfaatkan untuk kamar tidur wanita, daerah eksklusif serta daerah untuk melahirkan. Ruangan ini posisinya lebih tinggi dibandingkan bale bab luar.
Untuk menghubungkan kedua bab ruangan luar dan dalam terdapat tiga anak tangga. Susunan tengga tersebut mempunyai makna, ialah anak tangga pertama yaitu simbol Tuhan Yang Maha Esa, anak tangga kedua yaitu lambang ibu, serta anak tangga ketiga adalah simbol ayah.
3. Lumbung Padi
Desa Sasak mempunyai lumbung dimana bangunannya mirip seperti bale. Lumbung ini digunakan untuk menyimpan hasil panen berbentukpadi. Desain arsitektur lumbung padi cukup unik dan tidak kalah dengan bentuk rumah bale.
Atap lumbung padi yang dibuat dari ijuk, serta bantalan berbentuktanah liat diaduk dengan sekam padi. Biasanya penduduk Sasak akan sebetulnya membersihkan daerah ini sepekan sekali atau dikala akan diadakan upacara adat.
Cara membersihkan lantainya sungguh unik, yakni memakai kotoran kerbau yang masih lembap. Kotoran tersebut dipakai untuk mengepel lantai, namun uniknya dikala kering maka tidak akan meninggalkan amis apapun.
Bagi warga Sasak, kotoran kerbai diandalkan mampu menghalau serangga serta serangan ilmu hitam yang ditujukan untuk pemilik rumah.
4. Bentuk Pintu
Rumah-rumah orang Sasak mempunyai bentuk pintu mirip mirip pintu rumah etika Jawa Tengah. Pintu dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran pendek dari bangunan rumah. Filosofi dari ukuran pintu ini yakni jika orang bertamu maka mesti menudukkan kepalanya untuk menghormati pemilik rumah tersebut.
5. Letak Rumah
Suku Sasak membangun rumah secara berhimpitan dengan penghubung jalan setapak. Bentuk rumah setiap orang pun nyaris sama, tergolong pula ukuran serta perabotan rumah yang sederhana.
6. Pekerjaan Orang Sasak
Sebagian besar pria Sasak berprofesi sebagai petani, sedangkan perempuan bekerja sebagai penenun. Kegiatan menenun dilakukan di depan rumah dengan memakai dipan.
Wanita Sasak sangat mahir dalam menenun, karena semenjak usia 10 tahun mereka telah diajarkan. Bahkan dalam tradisi Sasak, seorang perempuan dilarang menikah jika belum bisa menenun. Kain tenun Sasak memiliki harga jual tinggi sebab dikerjakan secara manual. Umumnya kain tenun ini dipakai untuk mahar penikahan.
0 Response to "Suku Sasak – Sejarah, Bahasa, Dogma, Budpekerti, Tradisi & Budaya"
Post a Comment